Terbiasa

Bismillaah

Tersebutlah beliau, Mbak S. Saya mengenalnya sudah sejak semester 1 saya menyandang status sebagai seorang mahasiswi. Oh tidak, bahkan kami sudah bertemu dan berkenalan beberapa hari sebelum hari pelantikan mahasiswa baru.

Pada tahun itu, bagi mereka yang menjerumuskan diri untuk aktif di lembaga Syiar Islam di Fakultas atau di kampus, saya menebak sedikit sekali orang yang tidak mengenal beliau. *Sotoynya Octa, wkwk. Minimal pernah dengan namanya, Mbak S dari Fakultas M :).

Beliau aktivis, akhwat super sholihat nan lembut tapi juga tegas. Beliaulah sembak-sembak yang sungguh menjadi suri tauladan akhwat kampus saat itu xD. Aktivis tapi juga akademisnya juara, ini sih yang paling bikin awesome <3.

Singkat cerita, pasca lulus kuliah dan mengajar di sebuah sekolah islam terpadu, Mbak S ini menikah, dan mengontrak rumah di daerah yang tidak lumayan dekat kampus, wk. Suatu hari, beberapa bulan tak lama dari Mbak S menikah, saya tetiba dihubungi oleh Mbak S, beliau mengirimkan pesan yang intinya minta saya dan teman saya untuk menemani beliau (menginap) di kontrakannya, dikarenakan suami Mbak S ini sedang ada acara mabit. Ba’da Isyanya saya dan teman saya berangkat menuju rumah kontrakan Mbak S ini, sepanjang perjalanan saya masih bingung dengan sikap Mbak S -yang menurut saya berebeda dengan Mbak S yang saya kenal sebelumnya-. Setibanya kami di sana, saya langsung menyampaikan kebingungan saya ke Mbak S,

“Mbak, ih kenapa tiba-tiba minta ditemenin?
“Hehe, ya gapapa, habis sendirian di rumah”
“Ih, masa ga berani, Mbak? Kayaknya dulu Mbak sendirian di kost pas liburan semester berani-berani aja, kenapa sekarang jadi ndak berani? Padahal kan kostannya lebih gede dari rumah ini?”
“Hehe, iya, soalnya biasanya ada yang nemenin, jadi ga biasa sendiri”
jawab si Mbak sambil tersipu
“Hah?
” tanya saya tambah kebingungan. Dan adalah teman saya yang langsung memotong dan menyudahi introgasi saya. Sebelum kami berdua menjadi korban baper dari pengantin baru, wkwk.

Terbiasa, katanya.

Kisah ini mengingatkan saya akan hadist yang mungkin sudah sangat familiar di telinga kita, tentang amalan yang paling dicintai-Nya :).

“Amalan yang paling dicintai Allah adalah amalan yang rutin dilakukan meskipun sedikit”. (Hadits Shahih, Riwayat Bukhori dan Muslim)

Kenapa gitu dari cerita di atas jadi nyambung ke hadist ini? ya gapapa sambung-sambungin aja xP.

Tiba-tiba jadi kepikiran random, apa ini ya salah satu hikmah dari amalan-amalan sedikit tapi rutin lebih dicintai Allaah, daripada amalan besar tapi hanya sekali atau jarang dilakukan. Karena yang tampan tapi ga peka akan kalah sama yang cakep, sholih, setia, mapan, juga peka!. Karena… harta yang paling berharga adalah cowok peka, wkwk.

Karena yang sedikit-sedikit tapi ajeg dilakukan setiap hari, secara tidak langsung akan membuat kita terbiasa. Rutinitasnya akan masuk dalam jam biologis kita sehari-hari. Terbiasa, ini keywordnya. Terbiasa yang bikin kita tanpa berat hati dan ringan mengerjakannya. Terbiasa yang buat kita merasa kehilangan, ada yang kurang, ada yang salah ketika kita melewatkannya barang sekali saja. Terbiasa yang membuat kita butuh dan cinta untuk mengerjakannya.

Huhu, sweet bangat ga sih? Allaah yang Maha Penyayang dan Maha Kuasa itu, ndak memaksa kita melakukan amalan-amalan besar untuk bisa dicintai-Nya. Cukup dengan amalan-amalan yang sedikit, tapi ajeg dilakukan. Tidak selalu dengan amalan-amalan yang berat nan penuh pengorbanan melakukannya, dengan amalan sederhana namun ajeg, in syaa Allaah sudah cukup membuat Allaah cinta. Apatah dengan amalan yang Allaah sungguh Maha Tahu bagaimana kita memperjuangkannya? :).

Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.

Up ↑